Minggu, 29 Maret 2015

Published 16:41 by with 0 comment

Sejarah Perekonomian Indonesia




Sebelum Indonesia mengenal adanya kegiatan jual-beli, Indonesia telah lebih dulu mengenal yang namanya ‘Barter’. Apa itu barter?

  • Barter adalah pertukaran barang atau jasa yang terjadi tanpa ada penggunaan mata uang dan dilakukan oleh orang zaman dulu dalam kegiatan ekonomi.
  • Barter harus menguntungkan kedua belah pihak.
  • Barter dilakukan oleh individu-individu, perusahaan-perusahaan, maupun negara-negara.
  • Barter seringkali menjadi pilihan ketika saat inflasi tinggi atau tidak memiliki uang yang cukup.

Setelah mengetahui pengertian barter, kita akan membahas sejarah perekonomian di Indonesia.

Sejarah perekonomi Indonesia dapat dibagi dalam empat orde/masa:
A.      Masa Pemerintahan Orde Lama
B.      Masa Pemerintahan Orde Baru
C.      Masa Pemerintahan Transisi
D.      Masa Pemerintahan Reformasi hingga Kabinet SBY


A.    PEMERINTAHAN ORDE LAMA 

1950 – 1965 Indonesia dilanda gejolak politik dalam negeri dan pembrontakan di sejumlah daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi.  Akibatnya selama pemerintahan orde lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk,  walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata 7% pertahun, dan setelah itu turun drastis menjadi rata-rata hanya 1,9% pertahun.
Pada masa pemerintahan Soekarno, selain manajemen moneter yang buruk, banyaknya rupiah yang dicetak disebabkan oleh kebutuhan pada saat itu untuk membiayai dua peperangan, yakni merebut Irian Barat dan pertikaian dengan Malaysia dan Inggris.

Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia  selama pemerintahan orde lama terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik maupun nonfisik, selama pendudukan Jepang, Perang Dunia II, dan perang rovolusi, serta gejolah politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) ditambah lagi dengan manajemen ekonomi yang sangat jelek saat itu.  Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan social dalam negeri seperti ini, sangat sulit sekali bagi pemeringah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.


B.    PEMERINTAHAN ORDE BARU

Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru.  Pada era orde baru perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi di tanah air.   Pemerintah orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis.  Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan IMF.

Sebelum rencana pembangunan lewat repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik, serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri.   Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi dan menghidupkan kembali kegiatan.  Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembanguan lima tahun (repelita) secara bertahap. Menjelang akhir 1960, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB dibentuk suatu kekompok konsorsium yang desebut dengan Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) dengan tujuan membiayai ekonomi di Indonesia

Tujuan pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada orde ini (zaman Soeharto), perekonomian di Indonesia mengalami keberhasilan.


C.    PEMERINTAHAN TRANSISI
 
Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997 nilai tukar Baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu poncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan “Jual”.   Mereka mengambil sikap demikian karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian Negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek.  Untuk mempertahankan nilai tukan Bath agar tidak jatuh terus, pemerintah Thailand melakukan intervensi dan didukung oleh intervensi yang dilakukan oleh bank sentral Singapura.  Akan tetapi, pada hari Rabu, 2 Juli 1997, bank sentral Thailand terpaksa mengumumkan bahwa nilai tukar Baht dibebaskan dari ikatan dengan dolar AS.  Sejak itu nasibnya diserahkan sepenuhnya kepada pasar.

Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa Negara Asia lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia.   Rupiah Indonesia mulai terasa goyang sekitar bulan Juli 1997, dari Rp.2.500 menjadi Rp.2.650 per dolas AS.  Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak tabil.  Menanggapi perkembangan itu, pada bulan Juli 1997 Bank Indonesia melakukan 4 kali intervensi, yakni memperlebar rentang intervensi.  Akan tetapi, pengaruhnya tidak banyak, nilai rupiah dalam dolar terus tertekan, dan tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah dalam sejarah, yakni Rp.2.682 per dolar AS sebelulm akhirnya ditutup Rp.2.655 per dolar AS. Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya kurs rupiah terus melemah, walaupun sekali-sekali mengalami penguatan beberapa poin.  Pada bulan Maret 1998 nilai rupiah mencapai Rp.10.550 untuk satu dolas AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januarai – Februari, sempat menembus Rp.11.000 per dolar AS.

Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional.   Untuk mencegah agar keadaan tidak tambah buruk, pemerintah orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, diantaranya menunda proyek-proyek senilai Rp. 39 triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja Negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut. Tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF.

Krisis rupiah ini menjelma menjadi suatu krisis ekonomi.


D.    PEMERINTAHAN REFORMASI HINGGA KABINET SBY 

Awal pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh presiden Gusdur, masyarakat umum dan investor termasuk investor asing menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan Gusdur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada  di dalam negeri warisan masa orde baru, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), supermasi hukum, hak azasi manuria (HAM), penembakan tragedy Trisakti dan Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam politik, masalah disintegrasi dan lainnya.

Dalam hal ekonomi dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 1999 kondisi perekonomian mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan Pendapat Nasional mulai positif, walau tidak jauh dari 0%, tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir 5%, laju inflasi dan tingkat suku bunga juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.

Namun, ketenangan masyarakat setelah Gusdur terpilih menjadi presiden tidak berlangsung lama.  Gusdur mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis.  Gusdur cenderung Diktator dan praktik KKN di lingkungannya semakin intensif, bukannya semakin berkurang (yang berarti pemerintahan Gusdur tidak berbeda dengan masa orde baru)

Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrachman Wahid (Gusdur). Ditambah buruknya hubungan antara pemerintah Indonesia dengan IMF membuat pelaku-pelaku bisnis termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanam modalnya di Indonesia.   Akibatnya kondisi perekonomian Nasional pada masa Gusdur cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan Habibie.

Setelah presiden Gusdur turun, Megawati menjadi presiden yang kelima diangkat melalui Sidang Istimewa MPR,  keadaan perekonomian jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. 

Pada awal pemerintahan SBY, rakyat Indonesia, pelaku usaha luar dan dalam negeri maupun negara-negara donor serta lembaga-lembaga dunia, seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB, sempat optimis bahwa kinerja ekonomi Indonesia 5 tahun ke depan akan jauh lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sejak Soeharto lengser.  Kabinet SBY dan lembaga-lembaga dunia menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2005 akan berkisar di atas 6%.

Namun pertengahan tahun 2005 ekonomi Indonesia diguncang oleh dua peristiwa yang tak terduga sama sekali, yakni naiknya harga minyak mentah (BBM) di pasar internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.  Dua hal ini membuat realisasi pertumbuhan Pendapatan Nasional tahun 2005 lebih rendah dari target tersebut.

Menjelang akhir masa jabatan SBY yang akan berakhir tahun 2009, perekonomian Indonesia menghadapi dua goncangan eksternal, yakni harga BBM yang terus naik dan kenaikan harga pangan di pasar global.  Kenaikan harga BBM yang terus-menerus sejak tahun 2005 memaksa pemerintah menaikkan BBM, terutama premium, di dalam negeri pada tahun 2008.  Kedua goncangan eksternal tersebut sangat mengancam kestabilan perekonomian nasional, khususnya tingkat  inflasi.

 
Tambahan:
Pada masa pemerintahan Jokowi-JK saat ini, perekonomian Indonesia disebut dalam kondisi ‘Great Expectations.’ Kepala ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop menyebutkan bahwa salah satu hal yang membangkitkan harapan akan perekonomian Indonesia di masa depan adalah revisi anggaran pemerintah (APBN).


Revisi dimaksud adalah dicabutnya subsidi bbm dan gas untuk kemudian dialihkan kepada pembangunan infrastruktur dan jaminan sosial, dan jika pemerintah konsisten menerapkan revisi anggaran dan memperbaiki eksekusi anggaran, maka perekonomian akan tumbuh sesuai ekspektasi.


Pada akhir laporannya, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% pada 2015 dan akan melesat naik menjadi 5,6% pada 2016. Perekonomian Indonesia di prediksi akan terus tumbuh pada tahun-tahun yang akan datang.


Namun, pengamat politik dan ekonomi Islam dari Universitas Indonesia, Nuim Hidayat mengatakan bahwa laporan Bank Dunia tersebut adalah usaha untuk melenakan dan meninabobokan bangsa Indonesia.


“Hal seperti ini juga dilakukan lembaga-lembaga ekonomi dunia saat orde baru. Bank Dunia, IMF bahkan IDB pernah menyebut Indonesia pada era orde baru sebagai keajaiban ekonomi dunia. Bahkan setahun sebelum krisis moneter 1998, Bank Dunia masih terus memuji perekonomian Indonesia.” katanya.


Sumber-sumber:
http://www.bimbie.com/sistem-barter.htm
http://sharia.co.id/2015/03/26/bank-dunia-sebut-ekonomi-indonesia-harapan-besar-pengamat-bank-dunia-menina-bobokan/
BAB 2 Sejarah Ekonomi Indonesia

Benar atau tidaknya Bank Dunia atau Nuim Hidayat, kita sebagai warga hanya menjalankan kewajiban kita, seperti membayar pajak dan mengkonsumsi produk dalam negeri. Kita juga tidak tau apa yang sedang terjadi dibalik bangku pemerintahan saat ini. :D
      edit

0 komentar:

Posting Komentar