Selasa, 22 Maret 2016

Published 22:45 by with 0 comment

Anti Sengsara? Save Uang Negara!

Indonesia sebagai salah satu negara yang berdaulat dan berdasarkan hukum, tentu dalam penyampaian dan pengelolaan keuangannya harus sesuai dengan ketentuan undang-undang atau hukum yang berlaku guna mewujudkan transparansi, akuntabilitas, dan keefektifan pengelolaan keuangan negara, dan dengan tetap memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Sebelum ini, pelaksanaan pengelolaan keuangan negara Indonesia masih diatur dalam ketentuan perundang-undangan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Namun kemudian, ketentuan perundang-undangan tersebut dianggap memiliki beberapa kelemahan seperti dapat mengakibatkan adanya bentuk penyimpangan dalam sistem pengelolaan keuangan pemerintahan NKRI dan tidak adanya kemampuan untuk mengakomodasi perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan Indonesia. Dalam upaya menghindari hal tersebut, diperlukan adanya suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara yang sekarang dikenal sebagai UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam penulisan ini, saya akan membahas mengenai pengertian hukum, apa saja unsur-unsur hukum, ciri-ciri hukum, sifat dari hukum, tujuan hukum, sumber hukum, kodefikasi hukum dan macam-macam pembagian hukum dan memberikan analisis sekilas tentang salah satu produk hukum di Indonesia yaitu UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


Pengertian Hukum

Menurut Prof. Mr. L.J. van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul "Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (terjemahan Oetarid Sadino, SH dengan nama "Pengantar Ilmu Hukum", bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu.

Definisi tentang Hukum, kata Prof. van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan.

Kurang lebih 200 tahun yang lalu Immanuel Khant pernah menulis sebagai berikut: "Noch suchen diw Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht" yang artinya "masih juga para sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum".


Pengertian Hukum Menurut Pendapat Para Sarjana

Penulis-penulis Ilmu Pengetahuan Hukum di Indonesia juga sependapat dengan Prof. van Apeldoorn, seperti Prof. Sudirman Kartohadiprodjo, SH. menulis sebagai berikut "...Jikalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persesuaian pendapat. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan".

Aristoteles:
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

Grotius:
Hukum adalah peraturan dari keabsahan moral seseorang dalam melakukan suatu tindakan untuk mengacu kearah yang benar.

Hobbes:
Hukum dijadikan sebuah acuan ataupun pedoman semua orang dalam berinteraksi dengan sesama.

Immanuel Kant:
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

Leon Duguit:
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu di indahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. 


Definisi Hukum Sebagai Pegangan

Sesungguhnya apabila meneliti benar-benar, akan sukar bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum, sebab para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak. Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tetntang apakah hukum itu, beberapa sarjana hukum memberikan batasan-batasan sebagai berikut:

Utretcht:
“Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu"

S.M Amin, SH:
“Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.”

M.H. Tirtaamidjaya, S.H:
“Hukum ialah semua aturan yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang yang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan sebagainya”

Dilihat dari beberapa definisi hukum diatas, dapat diketahui bahwa UU No. 17 tahun 2003 juga merupakan undang-undang atau hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan seperti peraturan pengelolaan keuangan negara dan pengelolaan hak dan kewajiban negara, apabila peraturan ini dilanggar maka si pelanggar akan diberikan saksi tegas sebagai mana yang tertera pada isi Undang-undang tersebut.


Unsur-unsur Hukum 

Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indonesia tersebut diatas, Hukum Meliputi dari beberapa unsur: 

   a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat 

   b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib 

   c. Peraturan itu bersifat memaksa 

   d. Sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah tegas 

Unsur-unsur hukum diatas juga dimiliki oleh UU No. 17 tahun 2003, yaitu dalam pasal 35 ayat (1),(2), dan (3) tentang Ketentuan Pidana, Sanksi Administratif, dan Ganti Rugi, jelas bahwa kejujuran sangat diperlukan dalam mengelola keuangan yang berarti peraturan ini memuat tingkah laku manusia yang secara langsung/tidak langsung berpengaruh pada pergaulan masyarakat. Juga apabila peraturan-peraturan tersebut dilanggar, si pelanggar harus siap menerima hukuman nya seperti ketentuan pidana, ganti rugi, dan sanksi administratif. 

UU No. 17 tahun 2003 ini disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia sebagaimana yang tertera pada bagian awal UU No. 17 tahun 2003. 


Ciri-ciri Hukum 

Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu : 

   1. Adanya Perintah dan/atau larangan 

   2. Perintah dan/atau larangan itu harus ditaati setiap orang 

Semua peraturan termasuk UU No. 17 tahun 2003, berisi perintah untuk menaati peraturan tersebut, dan larangan untuk melanggarnya. 


Barang siapa yang dengan sengaja melanggar suatu Kaedah Hukum akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah: 

1. Pidana Pokok, terdiri dari: 

    a. Pidana mati 

    b. Pidana penjara: 

        -Seumur Hidup 

        -Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana selama          waktu tertentu 

    c. Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun 

    d. Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan) 

    e. Pidana tutupan 

2. Pidana Tambahan, terdiri dari: 

    1. Pencabutan hak-hak tertentu 

    2. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu 

    3. Pengumuman keputusan hakim. 


Sifat Hukum 

Telah dijelaskan diatas, bahwa tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara, maka haruslah kaedah-kaedah hukum itu ditaati. 

Akan tetapi tidaklah semua orang mau menaati kaedah-kaedah hukum itu, dan agar supaya sesuatu hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga emnjadi kaedah hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus diperlengkapi dengan unsur memaksa. 

Dengan demikian hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya 


Tujuan Hukum 

Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas keadilan dari masyarakat itu. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya: 

Prof. Subekti, S.H:
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah : mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya 

Prof . Mr. Dr. Lj. Van Apeldoorn:
Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. 

Teori Etis:
Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis, karena menurut teori-teori itu isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. 

Geny:
Bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya. 

Teori Utilitis:
Teori utilitis dari Jeremy Bentham berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. 

Dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa tujuan UU No. 17 tahun 2003 adalah untuk mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.


Sumber-sumber Hukum 

Adapun yang dimaksud sumber hukum ialah: segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

1. Sumber-sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya.

2. Sumber-sumber hukum formal :

Undang-undang (Statute):
Undang undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Kebiasaan (Costum):
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.

Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie):
Jurisprudensi ialah keputusan hakim yang terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh kahim kemudian mengenai masalah yang sama.

Traktat (Treaty):
Apabila dua orang mengadakan kata-sepakat (consensus) tentang sesuatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu.

Pendapat Sarjana Hukum (doktrin):
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

Dilihat dari sumber hukumnya, UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, termasuk ke dalam sumber hukum formal yang berbentuk undang-undang karena mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.



Peraturan Perundangan Negara Republik Indonesia 

  • Masa sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 
Berdasarkan UU Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1959, peraturan perundangan Indonesia terdiri dari: 

Undang-Undang Dasar (UUD) 

UUD adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan memuat garis-garis besar dasar dan tujuan Negara. Rangka UUD 1945 adalah : 

(1) Pembukaan : 4 alinea 

(2) Isi UUD 1945 : 

a) 16 Bab 

b) 37 pasal 

c) 4 pasal aturan Peralihan 

d) 2 ayat Aturan Tambahan 

(3) Penjelasan UUD 1945 

UUD biasanya disebut juga Konstitusi, akan tetapi sebenarnya Konstitusi tak sama dengan UUD. UUD merupakan peraturan hukum yag tertulis sedangkan Konstitusi tidak saja meliputi peraturan tertulis tetapi juga mencakup peraturan hukum negara yang tidak tertulis. Jadi Konstitusi lebih luas daripada UUD. 

Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat 

UU biasa adalah peraturan negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintah pada umumnya yang dibentuk berdasarkan dan untuk melaksanakan UUD. Suatu undang-undang terdiri atas: 

(1) Konsiderans : adalah alasan-alasan yang menyebabkan dibentuknya suatu Undang-Undang. Konsiderens dinyatakan dengan kata-kata menimbang dan mengingat. 

(2) Diktum : adalah keputusan yang diambil oleh pembuat UU, setelah disebutkan alasan pembetukannya. Diktum dinyatakan dengan kata-kata memutuskan dan menetapkan. 

(3) Isi : isi UU terdiri dari bab-bab, bagian, pasal dan ayat-ayat. 

UU darurat adalah UU yang dibuat oleh Pemerintah sendiri atas kuasa dan tanggungjawab Pemerintah yang karena keadaan yang mendesak perlu diatur oleh negara. 

Peraturan Pemerintah tingkat Pusat 

Peraturan Pemerintah (pusat) adalah suatu peraturan dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan suatu UU. Peraturan Pemerintah dibuat semata-mata oleh Pemerintah tanpa kerjasama dengan DPR. Perarturan Pemerintah dikeluarkan dengan bentuk dan keterangan yang seperti UU darurat, dengan perbedaan kalimat “bahwa keadaan mendesak ...” dihilangkan. 

Peraturan Pemerintah tingkat Daerah 

Peraturan daerah adalah semua peraturan yang dibuat oleh Pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya. Berdasarkan UU N0.5 tahun 1974 dikenal: 

   (1) Peraturan Daerah Tingkat I 
   (2) Peraturan Daerah Tingkat II

  • Masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 
Semua peraturan perundangan Republik Indonesia dikeluarkan harus berdasarkan dan/atau melaksanakan UUD tahun 1945. Bentuk dan tata-urutan peraturan perundangan Republik Indonesia menurut Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPRS No. V/MPR/1973) adalah sebagai berikut: 

a) UUD Republik Indonesia tahun 1945 

UUD adalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada peraturan perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. 

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 

Mengenai Ketetapan MPR ada dua macam: 

(1) Ketetapam MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan Undang-Undang 
(2) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden 

c) Undang-Undang 

Undang-Undang adalah salah satu bentuk Peraturan perundangan yang diadakan untuk melaksanakan Undang-Undang dasar dinamakan Undang-Undang organik. Berkenaan dengan berlakunya suatu Undang-Undang, kita mengenal beberapa asas Peraturan Perundangan:

(1) UU tidak berlaku surut 
(2) UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula 
(3) UU yang bersifat khusus menyampaikan UU yang bersifat umum 
(4) UU yang berlaku kemudian membatalkan UU yang terdahulu 
(5) UU tak dapat diganggu-gugat 

d) Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti UU (PERPU) 

PERPU diatur dalam UUD 1945 pasal 22 sebagai berikut: 

(1) Dalam hal-ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang 
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut 
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut 

Berkenaan dengan PERPU ini dijelaskan dalam UUD-1945, bahwa peraturan seperti ini memang perlu diadakan, agar supaya keselamatan negara dijamin oleh Pemerintah dalam keadaan genting, yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan cepat. 

e) Keputusan Presiden (KEPRES) 

Selain Peraturan Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Presiden, Presiden berhak juga mengeluarkan Keputusan Presiden yang berisi keputusan yang bersifat khusus (berlaku atau mengatur hal tertentu saja) untuk melaksanan ketentuan Undang-Undang yang bersangkutan. Ketetapan MPRS dalam bidang eksekutif atau Peraturan Pemerintah Pusat. 

f) Peraturan-Peraturan Pelaksanaan lainnya 

Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya (baik yang diadakan oleh pejabat sipil maupun oleh pejabat militer) seperti keputusan Menteri, keputusan Panglima angkatan Bersenjata dan lain-lain, harus pula dengan tegas berdasar dan bersumber pada peraturan perundangan yang lebih tinggi.


Kodefikasi Hukum 

Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara : 
  1. Hukum Tertulis, yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan 
  2. Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan. 
  3. Kodifikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistimatis dan lengkap. 
Contoh Kodifikasi Hukum di Indonesia: 
  • Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (1 Mei 1948) 
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (1 Mei 1948) 
  • Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (1 Januari 1918) 
  • Kitab Undang-Undang Hukum acara pidana dana (KUHP), 31 Desember 1981 
Berdasarkan kodefikasi dan bentuk hukumnya, UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara termasuk dalam bentuk hukum tertulis yang telah dikodifikasikan karena sudah termasuk dalam kitab undang-undang yang disusun secara sistematis dan lengkap. 


Macam – Macam Pembagian Hukum 

1. Menurut sumbermya: 
  • Hukum Undang – Undang: yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan. 
  • Hukum Kebiasaan: yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan. 
  • Hukum Traktat: yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-Negara didalam suatu perjanjian antar Negara. 
  • Hukum Jurisprudensi: yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim. 
Menurut sumbernya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara ini merupakan hukum Undang-Undang karena tercantum dalam peraturan perundangan 

2. Menurut bentuknya: 
  • Hukum tertulis: hukum tertulis yang dikodefikasikan, dan hukum tertulis yang tak dikodefikasikan. 
  • Hukum tak tertulis (hukum kebiasaan) 
Menurut bentuknya, UU No. 7 tahun 2013 tentang Keuangan Negara merupakan hukum tertulis yang dikodefikasikan, karena hukum ini jelas tertulis dan dikodifikasikan ke dalam kitab hukum. 

3. Menurut tempat berlakunya: 
  • Hukum Nasional: yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara 
  • Hukum Internasional: yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional 
  • Hukum Asing: yaitu hukum yang berlaku dinegara lain 
  • Hukum Gereja: yaitu kumpulan norma-norma yang di tetapkan oleh gereja untuk para anggotanya. 
Menurut tempat berlakunya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, merupakan Hukum Nasional, karena Undang Undang ini hanya berlaku di Indonesia. 

4. Menurut waktu berlakunya:
  • Isu Constitutum (Hukum positif): Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu 
  • Isu Constituendum: Hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang 
  • Hukum Asasi (Hukum): Hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat. 
Menurut waktu berlakunya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara termasuk dalam Isu Constitutum atau yang disebut hukum positif karena hukum ini berlaku dari tanggal diberlakukannya, dan hanya berlaku di Indonesia.

5. Menurut cara mempertahankannya:
  • Hukum Material: hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan 
  • Hukum Formal (hukum acara): hkum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya Hakim memberi keputusan 
Menurut cara mempertahankannya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara termasuk ke dalam Hukum Material, karena undang-undang ini didalamnya berisikan peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan antar badan-badan berwajib yang berisikan perintah dan larangan-larangan serta sanksi jika melanggar peraturan tersebut. 

6. Menurut sifatnya:
  • Hukum yang memaksa: yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak. 
  • Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap): yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. 
Menurut sifatnya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan hukum yang memaksa, karena undang-undang ini harus dipatuhi, apabila dilanggar aka nada sanksi yang tegas bagi si pelanggar. 

7. Menurut wujudnya:
  • Hukum Objektif: hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih 
  • Hukum Subjektif: hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum Subjektif disebut juga hak 
Menurut wujudnya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan hukum objektif karena hukum ini berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia, dan hukum ini hanya menyebut peraturan hukum apa saja yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dan badan-badan yang berwajib lainnya. 

8. Menurut isinya:
  • Hukum Privat (Hukum Sipil): hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan. 
  • Hukum Publik (Hukum Negara): hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara). 
Menurut isinya, UU No. 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan hukum publik karena undang ini mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).




Referensi:
Neltje F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta.
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU172003.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf
      edit

0 komentar:

Posting Komentar